Senin, 18 April 2011

Contoh Kasus Bank Sentral (Bab 3)

CONTOH KASUS (Bab 3 )

Bab 3

BANK SENTRAL

Hadapi Kasus Century, Bank Sentral Gamang

22 Dec 2009

BI Mirip Karung Pasir Yang Terus Digebukin

Kasus Bank Century membuat karyawan Bank Indonesia (BI) menjadi gamang. Mereka pun mempertanyakan kebijakan penyelamatan sistemik moneter yang dikesankan sebagai tindak pidana.

"SETIAP keputusan publik yang dilakukan dengan itikad baik untuk kemaslahatan masyarakat seharusnya mendapat dukungan dari semua elemen bangsa," kata Ketua Ikatan Pegawai Bank Indonesia (IPEBI) Dian Ediana Rae dalam diskusi Perlindungan Kebijakan Publik di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, kemarin.

Tampil juga sebagai pembicara di acara yang dimoderatori Kepala Biro Humas BI Difi Djo-hansyah, pengamat ekonomi Farid Prawiranegara dan pakar hukum Yanda Z Ishak.

Menurut Dian, dalam kasus Bank Century, maka siapapun penguasanya tidak akan ada yang berani mengambil keputusan penting dan genting. Padahal, diperlukan antisipasi keputusan menghadapi gelombang perekonomian ke depan.

Pengamat ekonomi Farid Prawiranegara mengatakan, sikap diam dan menunggu yang dilakukan BI itu menjadikan bank sentral seperti sandsack atau karung pasir untuk latihan tinju. "Di saat orang lain saling serang, BI ini

kok diam saja. Kayak sandsack yang digebukin banyak orang. BI lebih memilih menunggu, tidak seperti pihak lain," kata Farid.

Padahal, jika memang merasa tidak bersalah, tidak ada salahnya jika BI melakukan penyerangan, jika masih dalam koridor hukum yang sesuai Namun, jika memang bersalah, sebaiknya diakui saja jangan sampai berlarut-larut.

"Kalau memang salah, akui saja. Tapi kalau tidak, tidak ada salahnya sedikit qffensif, apabila masih dalam jalur hukum yang benar," cetus Farid.

Ia menganjurkan BI jangan sampai melakukan penyogokan kepada DPR, seperti yang dilakukan pada waktu kasus BLBI. Menurutnya, biarkan saja DPR melakukan pemeriksaan tanpa campur tangan pihak lain. Kecuali diminta untuk memberikan dokumen atau menjadi saksi.

"Dulu itu BI terpaksa nyogok

ke DPR, karena kalau nggak nyogok nggak jalan. Biarkan saja orang bilang progres pemeriksaannya lambat, tapi berjalan dengan baik," ungkapnya.

Farid juga mengecam pemeriksaan yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyebutkan bahwa BI dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan kesalahan. Menurut dia, BPK yang sebelumnya memberikan penilaian wajar tanpa syarat terhadap dua institusi BI dan LPS, dalam waktu sekejap kemudian mengubahnya.

"Saya menilai BPK berisikan orang yang tidak memiliki kompetensi, penilaiannya meragukan," tandasnya.

Di tempat terpisah, serangan untuk BPK juga dilancarkan Direktur Penelitian dan Pengaturan BI Halim Alamsyah. Menurut Halim, dalam audit BPK, sebagian fakta tidak disampaikan,

"BPK bukan ahli keuangan, sehingga tidak mempunyai sense untuk membaca pasar," ujar Halim di sela-sela diskusi publik Membedah Bailout Bank Century di Jakarta, kemarin.

Beberapa indikator yang menunjukkan krisis antara lain dana yang keluar dari Indonesia mencapai 3 miliar dolar AS per bulan selama September sampai November 2009. Kondisi likuiditas perbankan juga sangat ketat, sehingga tiga bank BUMN mendapat kucuran likuiditas Rp 15 triliun. Sementara Januari-Agustus 2009, pinjaman antar bank BUMN hanya Rp 17 miliar per hari dibanding han biasanya Rp 226 miliar.

"Pada periode itu pula 23 bank dipantau oleh otoritas perbankan," kata Halim. Menurutnya, selain Bank Century, pada saat itu ada dua perbankan yang mempunyai CAR di bawah8persen. Per-tama adalah Bank IFI yang telah ditutup, dan satu bank yang dirahasiakan Halim.

Indikator lainnya adalah dana pihak ketiga (DPK) bank kecil berkurang, dan hanya lima bank menengah yang likuiditasnya masih aman. Sementara kepercayaan antarbank tidak ada. "Tidak semua disebutkan, masalah likuiditas, CAR perbankan, mengapa adanya pelonggaran Giro Wajib Minimum, FPJP, tak dijabarkan dalam audit BPK," katanya.

DPR sendiri, lanjut dia, juga mengakui adanya krisis pada saat itu. Buktinya, DPR menyetujui pengesahan Perpu Nomor 2 dan 3 pada saat itu. Pengamat hukum Yanda Izhak menambahkan, bagaimanapun seorang birokrat tidak boleh dihukum karena sebuah kebijakan. "Kebijakan itu tidak bisa diadili. Tapi sekarang yang berlaku adalah pengadilan melalui parlemen,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar